Di pinggiran kota Madinah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu tinggal, dia memiliki seorang tetangga yang berasal dari kaum Anshar, tetangganya ini telah merasakan cinta rasa keimanan, tidak jauh berbeda dengan sahabat-sahabat rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang lain.
Cinta rasa yang selalu menggelora untuk ingin selalu duduk bersama rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengarkan langsung bicara-bicara beliau yang menggetarkan jiwa, menghilangkan nestapa, rindu akan kehidupan baqa dan melihat kehidupan yang fana dari sisi yang sebenarnya.
Di sisi lain, 2 orang yang bertetangga ini bukan seorang pegawai, karyawan maupun pekerja yang setiap akhir bulannya yakin akan menerima gaji yang dapat menutupi keperluan sehari-hari, akan tetapi mereka adalah orang yang bekerja di hari ini untuk menghasilkan makanan sekadar memenuhi keperluan utama selama 1 atau 2 hari.
Mereka terpaksa berhadapan dengan kenyataan antara tuntutan imaniyyah yang menggebu-gebu melepas kerinduan bersimpuh di halaqah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para shahabat lainnya dan tuntutan jasmaniyyah yang harus dipenuhi.
Akhirnya, 2 orang shahabat yang bertetangga ini membuat kesepakatan: bergantian duduk bersila di majlis nabi, hari ini Umar yang pergi ke masjid Nabawi, tetangganya pergi ke kebun dan keesokan harinya giliran tetangganya yang pergi mengaji dan Umar yang pergi mencari rezeki , di malam harinya mereka duduk bersama berbagi ilmu dan imaniyyah yang dirasakannya hari ini kepada tetangganya yang berhalangan hadir. (lihat: shahih Bukhari, bab: bergantian menuntut ilmu).
Melihat keteguhan 2 sahabat rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk mengaji mengundang rasa keingintahuan kita untuk mengungkap rahasianya, apakah sebetulnya yang mereka dengar dari Nabi sehingga mahu berkorban demi ikut mengaji?
Mungkin kisah Hanzalah dengan Abu Bakar radhiyallahu anhuma dapat menjawab sebagiannya:
Hanzalah bin Ar Rabi' adalah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia berkisah : "Aku bertemu dengan Abu Bakar",
Lalu Abu Bakar menyapa seraya berkata : "Bagaimana khabarmu Hanzalah?",
Hanzalah : "Hanzalah telah menjadi seorang munafik",
Abu Bakar berkata : "Subhanallah, apa yang engkau ucapkan?!
Hanzalah : "Ketika berada bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beliau selalu mengingatkan tentang surga dan neraka seolah-olah aku melihatnya, lalu ketika aku keluar dari hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, aku disibukkan oleh isteri, anak-anak dan mencari nafkah, aku menjadi lupa peringatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!
Abu Bakar berkata : "Demi Allah, aku juga merasakan hal yang sama".
Lalu Hanzalah bersama Abu Bakar berangkat menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam .
Hanzalah berkata : "Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Hanzalah telah menjadi seorang munafik!
Rasulullah bersabda : "Kenapa?",
Hanzalah berkata : "Wahai Rasulullah, "Ketika berada disisimu, engkau mengingatkan tentang surga dan neraka seolah-olah kami melihatnya, lalu ketika kami keluar dari hadapanmu, kami disibukkan oleh isteri, anak-anak dan mencari nafkah, sehingga kami menjadi lupa peringatanmu.
Rasulullah bersabda : "Demi yang jiwaku di tangan-Nya andai kalian tetap seperti kalian di sisiku dan terus berzikir niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian, sedang kalian berada di atas tempat tidur dan di jalan raya, akan tetapi wahai Hanzalah, ada waktumu (untuk beribadah) dan ada waktumu (untuk duniamu)". HR. Muslim.
Gambaran kesyahduan majlis rasulullah juga dilukiskan oleh 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu:
'Irbadh menuturkan: "Suatu saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi kami nasihat yang sangat menyentuh sehingga kalbu bergetar dan air mata berlinang,
Kami berkata : "Wahai Rasulullah! sepertinya ini nasihat perpisahan? berwasiatlah kepada kami."
Beliau bersabda: "Aku wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, serta ta'at dan mendengar perintah pemimpin sekalipun ia seorang budak Habsyi dan siapa diantara kalian yang diberi umur panjang, kelak ia akan melihat banyak pertikaian! maka berpeganglah kalian dengan Sunnahku dan Sunnah para khulafarasyidin yang mendapat hidayah Allah, peganglah erat-erat!(seperti) menggigit dengan geraham, dan hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid'ah), karena setiap bid'ah menyesatkan". HR. Abu Daud dan Tarmizi.
Anas radhiyallahu anhu juga memaparkan kekhusu'an khutbah suasana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
Anas menuturkan: " Suatu saat Rasulullah berkhutbah kepada kami, suatu khutbah yang tidak pernah aku dengar sebelumnya, ia bersabda : "Andai kalian mengetahui apa yang kuketahui niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis".
Lalu para sahabat Rasulullah menutupi muka dan mereka mengeluarkan suara isakan tangis tersedu-sedu". Muttafaq 'alaih.
Duhai, manisnya cinta rasa keimanan yang mereka rasakan.
Memang patut kiranya, bila suasana imaniyyah yang begitu mengharu ini terlewatkan mereka akan merasa gundah dan gelisah.
Di suatu hari setelah Rasulullah wafat, Umar bin Khattab melihat Thalhah radhiyallahu anhuma bersedih, murung, diam seribu bahasa.
Dengan rasa penuh ingin tahu dan keinginan menghibur sahabatnya Umar bertanya," Apa gerangan yang membuatmu bersedih, wahai sahabatku?
Thalhah menjawab dengan suara lirih," Kesempatan untuk bertanya telah hilang ... aku terlambat menghadiri salah satu majlis Rasulullah, aku hanya mendengar potongan akhir bicara beliau ... "Siapa yang di akhir ucapannya mengucapkan kalimat ini ... maka buku catatan amalnya bercahaya, ruh dan jasadnya akan merasa bahagia" ... aku tidak sempat menanyakan, apa ucapan tersebut".
Umar menjawab," Aku menghadirinya dari awal ... ucapan tersebut adalah la ilaha illallah".
Syahdan seketika, keceriaan menyapa wajah Thalhah. (lihat Musnad Imam Ahmad).
Rasanya tidak bijak, bila melihat gejala berkurangnya minat orang-orang menghadiri pengajian, para ustaz, kyai dan alim ulama lalu kita hanya menyalahkan umat.
Mungkin selain itu, perlu juga para pengemban risalah Islam mengkaji ulang apa yang mereka sampaikan dan cara penyampaiannya. Sejauhmana sentuhannya untuk meningkatkan wawasan, menawarkan penyakit kalbu serta mententeramkan jiwa yang sedang merana.
Semoga yang menyampaikan, yang mendengarkan dan yang hadir dalam pengajian benar-benar merasa berada di taman surga.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment